ada-ohio.org – Kalau kita ngomongin soal sungai besar di Asia, Sungai Yangtze pasti langsung terlintas di pikiran. Sungai ini bukan cuma panjang banget, tapi juga punya sejarah panjang yang sangat berpengaruh buat kehidupan di Tiongkok. Tapi di balik manfaatnya yang besar, Sungai Yangtze juga punya sisi lain yang gak kalah menantang, salah satunya adalah potensi banjir.
Banjir Sungai Yangtze udah jadi cerita lama sekaligus tantangan besar buat pemerintah dan masyarakat Tiongkok. Setiap kali musim hujan datang, daerah di sekitar sungai ini harus siap siaga. Karena saat volume air naik, daerah yang padat penduduk di sepanjang sungai rawan banget tergenang air.
Baca Juga : Fakta Menarik Tentang Aisar Khaled
Kenapa Sungai Yangtze Sering Banjir
Sungai Yangtze mengalir dari dataran tinggi Tibet sampai ke Laut Cina Timur. Jalurnya panjang banget, melewati berbagai kota besar seperti Chongqing, Wuhan, Nanjing, sampai Shanghai. Nah, karena sungai ini panjang dan lebar, air hujan dari wilayah pegunungan maupun dataran rendah akhirnya bermuara di sini.
Banjir Sungai Yangtze biasanya terjadi karena curah hujan ekstrem di daerah hulu. Saat hujan turun terus-menerus selama berminggu-minggu, volume air di sungai ini langsung meningkat drastis. Sistem pengendalian air seperti bendungan dan tanggul memang ada, tapi tetap aja gak bisa menjamin sepenuhnya kalau air gak meluap.
Baca Juga : Profil Lengkap Member BLACKPINK
Banjir Besar yang Pernah Terjadi
Kalau kita flashback ke masa lalu, ada beberapa peristiwa banjir Sungai Yangtze yang sangat tragis dan meninggalkan jejak panjang dalam sejarah. Salah satu yang paling dikenang terjadi tahun 1931. Saat itu, banjir besar melanda sepanjang aliran Sungai Yangtze dan berdampak ke jutaan orang.
Korban jiwa waktu itu gak terhitung lagi. Banyak desa tenggelam, lahan pertanian hancur, dan masyarakat hidup dalam pengungsian. Bahkan ada laporan bahwa sebagian wilayah terendam selama berbulan-bulan. Ini jadi salah satu bencana alam paling mematikan di abad ke-20.
Baca Juga : Jennifer Coppen Dulu vs Sekarang
Banjir Tahun 1998 yang Gak Terlupakan
Selain tahun 1931, banjir Sungai Yangtze yang terjadi tahun 1998 juga sangat membekas. Saat itu, curah hujan tinggi menyebabkan air sungai naik dengan cepat. Pemerintah Tiongkok sampai mengerahkan ratusan ribu tentara dan sukarelawan untuk memperkuat tanggul dan evakuasi warga.
Lebih dari 20 juta orang terdampak secara langsung. Banyak lahan pertanian gagal panen, dan ribuan rumah hanyut terbawa arus. Banjir tahun 1998 ini jadi pelajaran penting buat pemerintah China dalam membangun infrastruktur pengendali banjir yang lebih serius.
Baca Juga : Lagu Blackpink Paling Viral
Peran Bendungan Tiga Ngarai
Nah, buat ngurangin risiko banjir Sungai Yangtze, pemerintah China membangun Bendungan Tiga Ngarai atau Three Gorges Dam. Bendungan ini merupakan salah satu bendungan terbesar di dunia, baik dari segi kapasitas maupun fungsi.
Tujuan utamanya adalah mengendalikan aliran air Sungai Yangtze, menghasilkan listrik, dan membantu navigasi sungai. Tapi meski sudah dibangun dengan canggih, nyatanya bendungan ini gak bisa sepenuhnya mencegah banjir. Air tetap bisa meluap kalau hujan turun terus tanpa henti.
Beberapa pakar lingkungan juga mengingatkan bahwa terlalu bergantung pada bendungan bisa jadi pedang bermata dua. Karena saat kapasitasnya penuh, bendungan tetap harus membuka pintu air. Dan itu bisa memperparah banjir di daerah hilir.
Dampak Banjir Buat Kehidupan Warga
Yang paling kena dampak dari banjir Sungai Yangtze pastinya warga yang tinggal di sepanjang aliran sungai. Banyak di antara mereka yang bekerja sebagai petani, nelayan, atau pedagang. Jadi saat banjir datang, bukan cuma rumah yang tergenang, tapi juga sumber penghasilan ikut hilang.
Banjir juga sering bikin sekolah tutup, jalanan rusak, dan aktivitas ekonomi lumpuh. Dalam beberapa kasus, warga harus tinggal di tenda pengungsian selama berminggu-minggu. Kondisi seperti ini bikin trauma dan ketidakpastian, terutama buat anak-anak dan lansia.
Pemerintah dan Penanggulangan Banjir
Setelah beberapa kali alami banjir Sungai Yangtze, pemerintah China makin serius dalam menangani bencana ini. Selain membangun bendungan, mereka juga memperluas sistem tanggul dan kanal, serta memperbaiki jalur evakuasi.
Sistem pemantauan cuaca juga diperbarui supaya bisa mendeteksi potensi banjir lebih awal. Peringatan dini disebarkan lewat media, aplikasi, dan pengeras suara di desa-desa. Jadi warga bisa segera mengamankan diri kalau air mulai naik.
Selain itu, ada juga program relokasi buat warga yang tinggal di daerah rawan banjir. Meskipun program ini menuai pro dan kontra, tapi tujuannya adalah supaya risiko korban jiwa bisa ditekan sekecil mungkin.
Banjir di Masa Kini: Masih Jadi Ancaman
Meski teknologi udah maju, banjir Sungai Yangtze tetap jadi ancaman sampai hari ini. Beberapa tahun terakhir, seperti pada 2020, sungai ini kembali meluap karena curah hujan tinggi yang gak biasa. Banyak kota di sepanjang sungai harus waspada dan bersiap siaga.
Peningkatan urbanisasi juga memperburuk situasi. Banyak lahan hijau berubah jadi permukiman dan industri. Akibatnya, daya serap tanah berkurang dan air hujan makin sulit mengalir secara alami. Ini bikin air lebih cepat naik ke permukaan dan menggenangi kota-kota besar.
Perubahan Iklim dan Banjir Sungai Yangtze
Topik lain yang gak bisa dipisahkan dari banjir Sungai Yangtze adalah perubahan iklim. Para ilmuwan menyebut bahwa pemanasan global menyebabkan cuaca makin gak menentu. Hujan bisa turun dalam volume ekstrem dalam waktu singkat, dan itulah yang memicu banjir besar.
Sungai Yangtze sebagai sistem air utama di China sangat rentan terhadap perubahan ini. Jika tidak ada langkah serius dalam mengatasi perubahan iklim, kemungkinan besar kejadian banjir besar akan makin sering terjadi dan dampaknya bisa makin luas.
Solusi Berbasis Alam yang Mulai Diuji Coba
Selain infrastruktur keras seperti bendungan dan tanggul, pemerintah dan para ahli mulai melirik solusi berbasis alam untuk mengurangi risiko banjir Sungai Yangtze. Salah satunya adalah dengan mengembalikan rawa dan lahan basah yang dulu dikeringkan untuk pembangunan.
Lahan basah bisa menyerap air seperti spons raksasa. Jadi saat hujan turun deras, air bisa ditahan dulu sebelum masuk ke sungai utama. Program ini masih dalam tahap awal, tapi potensinya besar buat memperkuat sistem pengendalian banjir yang lebih berkelanjutan.
Warga yang Tetap Bertahan Meski Risiko Tinggi
Meski sudah tahu risikonya, banyak warga tetap memilih tinggal di sekitar Sungai Yangtze. Alasannya bermacam-macam. Ada yang karena lahan pertanian mereka udah turun-temurun ada di sana, ada juga yang gak punya pilihan lain karena faktor ekonomi.
Banjir Sungai Yangtze buat mereka udah jadi bagian dari kehidupan. Mereka tahu kapan harus siaga, kapan harus angkat barang, dan kapan harus pindah sementara. Beberapa bahkan membangun rumah panggung agar tetap aman meski air naik.
Edukasi Bencana Jadi Kunci
Supaya risiko bisa ditekan, edukasi soal banjir makin digalakkan di sekolah-sekolah dan komunitas. Anak-anak diajari soal tanda-tanda banjir, cara menyelamatkan diri, dan pentingnya menjaga lingkungan. Ini bagian dari upaya jangka panjang untuk membuat masyarakat lebih tangguh menghadapi bencana.
Edukasi ini juga melibatkan pelatihan evakuasi, simulasi bencana, dan pembagian perlengkapan darurat. Jadi saat banjir Sungai Yangtze datang lagi, warga gak panik dan bisa bergerak dengan cepat.
Peran Media Sosial dan Teknologi Informasi
Dalam era digital seperti sekarang, media sosial punya peran penting dalam menyebarkan informasi soal banjir. Saat air mulai naik, foto dan video dari warga lokal langsung menyebar di internet. Ini membantu mempercepat respons dari pemerintah dan organisasi bantuan.
Aplikasi cuaca, pemetaan banjir, dan sistem notifikasi lewat smartphone juga membantu warga untuk lebih siap. Jadi gak heran kalau sekarang, ketika banjir Sungai Yangtze datang, banyak warga yang udah tahu lebih dulu dan bisa ambil tindakan cepat.
Kolaborasi Internasional Dalam Penanganan Banjir
Karena banjir ini masalah global, banyak juga organisasi internasional yang ikut bantu dalam hal teknologi, riset, dan pelatihan. Beberapa proyek pengendalian banjir melibatkan ahli dari negara lain yang punya pengalaman serupa.
Kolaborasi ini penting banget. Karena dengan belajar dari pengalaman negara lain, China bisa merancang sistem yang lebih baik buat menghadapi banjir Sungai Yangtze di masa depan. Ini juga jadi momen untuk memperkuat diplomasi lewat kerja sama kemanusiaan